Translate

Selasa, 02 April 2013

Tatkala Semut Menyusu Si Imut

Hidayatullah.com--Allah menciptakan banyak kesamaan antara dunia kehidupan manusia dan hewan, misalnya kesamaan dalam kebutuhan akan oksigen, air, suhu badan tertentu, dan lain sebagainya. Namun ada perbedaan perilaku, di mana sesuatu yang dianggap tidak wajar di dunia manusia, namun ternyata alamiah dan dilakukan di dunia satwa.

Diantara perilaku yang Allah ciptakan berbeda antarsatwa itu adalah dalam hal memakan kotoran binatang lain, tinja hewan sejenis, ataupun tinja sendiri. Perilaku semacam ini terasa menjijikkan di dunia manusia, tapi di dunia hewan itu terkadang menjadi keharusan. Contoh satwa yang memakan benda keluaran anus hewan lain adalah semut. Semut meminum ‘tinja’ serangga lain bernama aphid.

Aphid adalah serangga mungil bertubuh lunak yang disebut pula sebagai kutu daun atau kutu tumbuhan. Jika nyamuk mengisap darah manusia dengan melubangi pembuluh darah, maka aphid mengisap cairan phloem (pembuluh tapis), yakni getah atau nira tumbuhan, dengan melubangi kulit permukaan tumbuhan. Cairan ini, yang merupakan rizki terbaik pemberian Allah bagi aphid, dapat diisap olehnya pada akar, batang, ataupun daun. Cairan phloem ini sangat kaya akan zat-zat gula atau karbohidrat.

Serangga kecil imut dengan panjang hanya beberapa milimeter ini hidup berkelompok. Mereka seringkali ditemukan pada permukaan bagian bawah dari ujung tumbuhan yang masih lunak. Dedaunan yang terserang aphid dalam jumlah besar dapat layu atau menguning karena kehilangan banyak cairan akibat diisap oleh aphid.

Kotoran Bergizi Tinggi

Berbeda dengan satwa besar seperti mamalia, reptil, burung atau ikan yang tinjanya berbau tidak sedap, kotoran aphid Allah jadikan kaya akan zat gizi. Zat keluaran anus serangga amat mungil ini biasa diistilahkan dengan “embun madu” atau cairan gula. Disebut demikian karena ‘tinja’ ini sebagian besarnya mengandung zat-zat gula seperti trisakarida (misalnya: melezitosa, raffinosa, erlosa), disakarida (maltosa, sukrosa), monosakarida (glukosa dan fruktosa). Selain itu, cairan ini juga mengandung asam amino, protein dan lipid dalam jumlah kecil.

Allah berikan aphid tempat tinggal pada berbagai bagian tumbuhan. Si mungil yang kebanyakan memiliki warna hijau ini mengeluarkan cairan anusnya pada permukaan dedaunan. Akibatnya, permukaan dedaunan tersebut nampak bertabur butiran-butiran embun. Kandungan zat gula dan zat bergizi lainnya pada embun madu ini dapat menjadi tempat tumbuhnya jamur. Jika ini terjadi, maka permukaan dedaunan tersebut akan terlapisi jamur tertentu yang berwarna hitam sehingga warna daun-daun tersebut menjadi kehitaman.

Peternak Aphid

Karena cairan tinjanya yang jernih kaya akan zat gizi, terutama gula, para ilmuwan menemukan bahwa sebagian serangga seperti semut benar-benar melakukan peternakan atau penggembalaan aphid untuk memerah embun madunya. Embun madu ini dikeluarkan dari anus ketika semut memijit-mijit perut aphid menggunakan antenanya, layaknya orang memerah susu sapi. Saat dipijit itulah aphid mengeluarkan cairan gula melalui anusnya yang kemudian diminum oleh si semut. Subhanallah, Pencipta Mahahebat-lah yang mampu melakukan hal demikian ini: sesuatu yang dibuang oleh aphid lewat anusnya, ternyata masuk ke mulut semut dan menjadi makanan bermanfaat baginya.

Allah Yang Mahaagung menjadikan hubungan antara aphid dan semut ini saling menguntungkan. Di satu sisi, semut mendapatkan manfaat makanan kaya gizi dari cairan gula keluaran anus aphid. Di sisi lain, para aphid ini dipelihara dan dilindungi keamanan serta keselamatannya oleh semut. Semut menjaga para aphid dari para pemangsa mereka seperti kumbang tutul dan serangga pemangsa lain. Semut juga memelihara kesehatan dan kebersihan tempat tinggal aphid sehingga mereka tidak terserang oleh infeksi jamur.

Agar Tidak Kabur

Seorang penggembala terlatih pasti akan memiliki cara-cara jitu untuk memastikan hewan ternaknya tetap dalam pengawasannya, tidak kabur, dan senantiasa memberikan daging dan/atau susu. Ternyata, Allah pun jadikan semut demikian. Semut tak kalah terampil dalam urusan menggembala aphid. Untuk memastikan ternaknya tidak kabur, penggembala atau peternak memasang pagar yang membatasi gerak hewan ternak. Ada juga yang mengikat dengan tali, atau mengerahkan anjing-anjing penjaga. Lalu bagaimana dengan semut, apa strategi mereka?

Dalam keadaan tertentu, Allah jadikan tubuh aphid mampu menumbuhkan sayap yang memungkinkannya terbang ke tumbuhan lain dan kabur dari gembalaan semut. Untuk mencegah hal ini, semut diketahui mampu menggigit sayap aphid hingga putus untuk mencegahnya terbang kabur. Ada juga semut yang kelenjar tubuhnya mampu mengeluarkan cairan kimiawi tertentu yang berkhasiat menghentikan pertumbuhan sayap aphid. Alhasil, aphid tidak dapat memiliki sayap untuk terbang dan meloloskan diri dari semut.

Selain dua strategi jitu di atas, ada pula semut yang menggunakan jejak kaki kimia. Bagaimana Allah menjadikan semut melakukan hal itu? Sebagaimana telah diketahui, para semut biasa menandai wilayah mereka dengan menggunakan jejak kaki kimia, yakni zat kimia pada kaki semut. Ketika aphid menginjak jejak kaki semut yang mengandung zat kimia tertentu itu, gerak aphid menjadi lebih lambat. Para ilmuwan menafsirkan perilaku ini sebagai dua kemungkinan: (1). sebagai sebuah strategi semut, atau (2). strategi aphid itu sendiri.

Kemungkinan pertama: ini adalah strategi semut agar hewan gembalaannya itu, yakni aphid, tidak kabur alias lepas menjauhi koloni semut. Singkatnya, jejak kaki kimia semut ini digunakan untuk menenangkan koloni aphid agar tetap tunduk dalam penguasaan semut dan tidak ‘memberontak’ alias melarikan diri. Dengan demikian koloni aphid akan tetap berada di tempatnya sebagai penyedia makanan cepat saji, yakni cairan gula, bagi semut. Para semut itu diketahui terkadang memakan tubuh para aphid itu sendiri.

Kemungkinan kedua adalah aphid sendirilah yang sengaja memanfaatkan jejak kaki kimia semut ini agar tetap berada dalam pengawasan dan perlindungan semut. Sebab dengan tetap berada dekat koloni semut maka sang penggembalanya, yakni semut, akan menyediakan perlindungan dari serangan pemangsa aphid seperti kumbang tutul, misalnya.

Sungguh sulit menjelaskan, dari mana semut belajar teknik menggembalakan ternak aphid ini? Otak semut tidaklah sebesar dan sehebat manusia, namun bagaimana ia tahu sejumlah strategi untuk memastikan koloni aphid tetap hidup sehat dan tidak kabur? Tak mungkin semut-semut generasi senior memberi pelatihan khusus pada yunior mereka cara beternak atau menggembalakan aphid. Lalu dari mana asal semua kecerdasan dan keahlian menggembala ini? Sudah pasti ada yang memrogram atau menempatkan keterampilan ini pada diri semut sejak mereka lahir. Dan yang melakukan hal tersebut pastilah Zat yang Mahacerdas, Mahahebat, dan Maha Mengetahui.

Pemilik semua sifat itu tidak lain dan tidak bukan hanya dimiliki oleh Pencipta aphid, yakni Allah. Dialah yang menciptakan segala makhluk hidup, dan memberi kepada masing-masing mereka petunjuk untuk menjalani kehidupan mereka sebaik-baiknya. Kata Allah:

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى
الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى
وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى

“Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi, yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya) dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.” (QS: Al A’laa, 87:1-3).*/Catur Sriherwanto, 2013


Referensi:

Detrain C, Verheggen FJ, Diez L, Wathelet B, Haubruge E (2010) Aphid–ant mutualism: how honeydew sugars influence the behaviour of ant scouts. Physiological Entomology 35:168-174
Gannon M (2012) Light-Trapping Bug Acts Like Plant. Live Science. http://www.livescience.com/22558-aphid-light-energy-plant.html, accessed on 16 Feb. 2012, 4:29 WIB.

Hammond G (2002-2013) Aphids (Aphididae) Kids’ Inquiry of Diverse Species. http://www.biokids.umich.edu/critters/Aphididae/. Accessed on 14 Feb. 2013. 18:58

Imperial College London (2007, October 11). Herding Aphids: How 'Farmer' Ants Keep Control Of Their Food. ScienceDaily. Retrieved February 11, 2013, from http://www.sciencedaily.com-/releases/2007/10/071009212548.htm

University of Queensland, Australia (No Year) 5.4.3 Chemical nature of translocated material: (a) Techniques to collect phloem sap. Plant in Action. Adaptation in Nature, Performance in Cultivation. Edition 1. http://plantsinaction.science.uq.edu.au/edition1//?q=node/148#313. Accessed on 14 Feb. 2013, 18:14.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar