Manusia adalah spesies yang paling hebat dalam berlari. Meskipun tidak secepat cheetah dalam jarak dekat, dalam jarak jauh tidak ada spesies lain di planet ini yang bisa mengalahkan manusia. Bahkan, nenek moyang kita dulu berburu binatang di padang rumput dengan terus mengejarnya sampai binatang itu kelelahan. Metode ini disebut “berburu sampai binatang lelah”. Daniel Lieberman, paleoantropolog di Harvard University, dan Bramble Dennis, ahli biologi di University of Utah, berpendapat bahwa banyak karakteristik morfologis dan fisiologis manusia yang secara unik diadaptasi untuk berlari jauh. Christopher McDougall dalam buku larisnya Born to Run menceritakan orang-orang Indian Meksiko Tarahumara yang memiliki kemampuan berlari luar biasa. Mereka bisa berlari tanpa alas kaki sejauh 435 mil (sekitar 700 km, melebihi jarak Jakarta-Surabaya) dalam dua hari dua malam tanpa henti!
Tidak perlu sepatu
Manusia jelas tidak perlu sepatu untuk berlari. Bahkan, dalam kompetisi kelas dunia pun sepatu tidak selalu berpengaruh terhadap prestasi. Banyak atlet internasional seperti Zola Budd-Pieterse dari Afrika Selatan dan Abebe Bikila dari Ethiopia yang berhasil menjadi juara tanpa alas kaki. Bersepatu bahkan justru meningkatkan risiko keseleo engkel kaki, baik oleh penurunan kesadaran posisi kaki atau peningkatan torsi memutar pada engkel kaki saat tersandung. Insiden keseleo lebih banyak di negara maju yang penduduknya selalu memakai sepatu dibandingkan di negara berkembang di mana bertelanjang kaki atau bersandal tipis lebih umum.
Dr Daniel Leiberman berpendapat bahwa masalahnya sebenarnya bukan pada memakai sepatu atau tidak, tetapi pada bagaimana kita berjalan atau berlari. Bertelanjang kaki mendorong pelari untuk meredam dampak pendaratan dengan menyesuaikan gaya mendarat pada bagian bawah kaki. Pelari tanpa alas kaki mendarat lebih banyak pada bagian tengah atau depan telapak kaki, yang mengurangi guncangan transien saat kontak. Guncangan pendaratan lalu disebarkan oleh sebagian besar otot-otot di bagian belakang kaki. Akibatnya, berjalan tanpa alas kaki mengurangi risiko cedera karena menghasilkan kekuatan benturan jauh lebih rendah. Sebaliknya, pelari yang memakai sepatu lebih banyak mendarat pada tumit dan bergantung pada desain sepatu untuk meredam kejutan dan mengendalikan kaki saat berlari.
Penyesuaian bertahap
Namun, jangan buru-buru membuang sepatu lari Anda. Bagi Anda yang baru mulai berlari tanpa alas kaki, regangan yang tidak biasa pada otot dan tendon dapat menyebabkan cedera. Anda harus membiasakan untuk mengubah cara berjalan terlebih dahulu. Arahkan tekanan lebih banyak pada bagian tengah atau depan telapak kaki, bukan pada tumit. Kemudian, biarkan struktur elastis dalam kaki melakukan tugasnya. Mulailah perlahan-lahan pada permukaan yang aman (misalnya lapangan rumput atau pasir) untuk menguatkan telapak kaki dan memungkinkan jaringan lunak kaki dan pergelangan kaki untuk beradaptasi dengan strategi beban yang baru. Berganti-ganti berjalan kaki tanpa sepatu di satu hari dan bersepatu di hari berikutnya juga akan mengurangi risiko cedera.
Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda untuk belajar dan beradaptasi dengan keterampilan baru. Beberapa orang dengan cepat menyesuaikan diri sebagai pelari tanpa alas kaki, yang lainnya perlu perjuangan lebih banyak untuk melakukan perubahan, terutama jika mereka memiliki masalah struktural ireversibel pada tendon dan otot, yang disebabkan oleh puluhan tahun mengenakan sepatu.
Baik untuk anak dan remaja
Berjalan tanpa alas kaki sangat baik untuk perkembangan kaki yang sehat pada anak-anak dan remaja. Telanjang kaki akan memperkuat dan melatih otot-otot kaki yang terus-menerus beradaptasi dengan ketidakrataan lantai. Atrofi (penyusutan) otot dan cacat seperti kaki datar (flat foot) dapat dicegah. Otot-otot yang terlatih juga membuat kaki kurang rentan terhadap rasa sakit. Bahkan pada orang dewasa, berjalan tanpa alas kaki dapat mencegah deformitas kaki tertentu – meskipun pada tingkat lebih rendah.
Perhatian khusus
Bagaimana pun, Anda perlu mewaspadai duri, logam, beling, dan benda lain ketika berlari tanpa alas kaki. Benda-benda itu dapat dengan mudah menjadi sumber bahaya bagi kaki Anda. Cedera tidak hanya menyakitkan tetapi juga berisiko infeksi, termasuk tetanus yang mematikan. Anda perlu memeriksa status imunisasi tetanus Anda sebelum pergi bertelanjang kaki di alam bebas. Orang dewasa harus mendapatkan vaksinasi tetanus setiap sepuluh tahun. Selain itu, bertelanjang kaki tidak disarankan bagi Anda yang menderita diabetes. Penderita diabetes kronis seringkali memiliki persepsi rasa sakit yang terganggu sehingga tidak segera menyadari luka di kaki. Hal ini meningkatkan risiko infeksi dan komplikasi.
Tidak perlu sepatu
Manusia jelas tidak perlu sepatu untuk berlari. Bahkan, dalam kompetisi kelas dunia pun sepatu tidak selalu berpengaruh terhadap prestasi. Banyak atlet internasional seperti Zola Budd-Pieterse dari Afrika Selatan dan Abebe Bikila dari Ethiopia yang berhasil menjadi juara tanpa alas kaki. Bersepatu bahkan justru meningkatkan risiko keseleo engkel kaki, baik oleh penurunan kesadaran posisi kaki atau peningkatan torsi memutar pada engkel kaki saat tersandung. Insiden keseleo lebih banyak di negara maju yang penduduknya selalu memakai sepatu dibandingkan di negara berkembang di mana bertelanjang kaki atau bersandal tipis lebih umum.
Dr Daniel Leiberman berpendapat bahwa masalahnya sebenarnya bukan pada memakai sepatu atau tidak, tetapi pada bagaimana kita berjalan atau berlari. Bertelanjang kaki mendorong pelari untuk meredam dampak pendaratan dengan menyesuaikan gaya mendarat pada bagian bawah kaki. Pelari tanpa alas kaki mendarat lebih banyak pada bagian tengah atau depan telapak kaki, yang mengurangi guncangan transien saat kontak. Guncangan pendaratan lalu disebarkan oleh sebagian besar otot-otot di bagian belakang kaki. Akibatnya, berjalan tanpa alas kaki mengurangi risiko cedera karena menghasilkan kekuatan benturan jauh lebih rendah. Sebaliknya, pelari yang memakai sepatu lebih banyak mendarat pada tumit dan bergantung pada desain sepatu untuk meredam kejutan dan mengendalikan kaki saat berlari.
Penyesuaian bertahap
Namun, jangan buru-buru membuang sepatu lari Anda. Bagi Anda yang baru mulai berlari tanpa alas kaki, regangan yang tidak biasa pada otot dan tendon dapat menyebabkan cedera. Anda harus membiasakan untuk mengubah cara berjalan terlebih dahulu. Arahkan tekanan lebih banyak pada bagian tengah atau depan telapak kaki, bukan pada tumit. Kemudian, biarkan struktur elastis dalam kaki melakukan tugasnya. Mulailah perlahan-lahan pada permukaan yang aman (misalnya lapangan rumput atau pasir) untuk menguatkan telapak kaki dan memungkinkan jaringan lunak kaki dan pergelangan kaki untuk beradaptasi dengan strategi beban yang baru. Berganti-ganti berjalan kaki tanpa sepatu di satu hari dan bersepatu di hari berikutnya juga akan mengurangi risiko cedera.
Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda untuk belajar dan beradaptasi dengan keterampilan baru. Beberapa orang dengan cepat menyesuaikan diri sebagai pelari tanpa alas kaki, yang lainnya perlu perjuangan lebih banyak untuk melakukan perubahan, terutama jika mereka memiliki masalah struktural ireversibel pada tendon dan otot, yang disebabkan oleh puluhan tahun mengenakan sepatu.
Baik untuk anak dan remaja
Berjalan tanpa alas kaki sangat baik untuk perkembangan kaki yang sehat pada anak-anak dan remaja. Telanjang kaki akan memperkuat dan melatih otot-otot kaki yang terus-menerus beradaptasi dengan ketidakrataan lantai. Atrofi (penyusutan) otot dan cacat seperti kaki datar (flat foot) dapat dicegah. Otot-otot yang terlatih juga membuat kaki kurang rentan terhadap rasa sakit. Bahkan pada orang dewasa, berjalan tanpa alas kaki dapat mencegah deformitas kaki tertentu – meskipun pada tingkat lebih rendah.
Perhatian khusus
Bagaimana pun, Anda perlu mewaspadai duri, logam, beling, dan benda lain ketika berlari tanpa alas kaki. Benda-benda itu dapat dengan mudah menjadi sumber bahaya bagi kaki Anda. Cedera tidak hanya menyakitkan tetapi juga berisiko infeksi, termasuk tetanus yang mematikan. Anda perlu memeriksa status imunisasi tetanus Anda sebelum pergi bertelanjang kaki di alam bebas. Orang dewasa harus mendapatkan vaksinasi tetanus setiap sepuluh tahun. Selain itu, bertelanjang kaki tidak disarankan bagi Anda yang menderita diabetes. Penderita diabetes kronis seringkali memiliki persepsi rasa sakit yang terganggu sehingga tidak segera menyadari luka di kaki. Hal ini meningkatkan risiko infeksi dan komplikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar