Usul fiqih didefinisikan berdasarkan dua tinjauan berikut.
Pertama, berdasarkan tinjauan kata yang menyusunnya, yaitu kata usul dan fiqih.
Ushul (الأصول) adalah bentuk jamak dari ashl( الاصل ), yang artinya:
غَيْرُهُ عَلَيْهِ يُبْنَى مَا
“Sesuatu yang menjadi dasar (pondasi) bagi sesuatu di atasnya”.
Pertama, berdasarkan tinjauan kata yang menyusunnya, yaitu kata usul dan fiqih.
Ushul (الأصول) adalah bentuk jamak dari ashl( الاصل ), yang artinya:
غَيْرُهُ عَلَيْهِ يُبْنَى مَا
“Sesuatu yang menjadi dasar (pondasi) bagi sesuatu di atasnya”.
Fiqih secara bahasa adalah fahm (memahami). Secara istilah artinya :
التَّفْصِيْلِيَّۃِ بِأَدِلَّتِهَا الْعَمَلِيَّۃِ الشَّرْعِيَّۃِ الْاَحَكَامِ فَۃُ مَعْرِ
Mengetahui hukum-hukum syariat yang bersifat amaliah (terapan) dengan dalil-dalilnya secara rinci.
Mengetahui maksudnya dengan ilmu dan zhan (dugaan) karena kadang-kadang hukum fiqih itu diketahui secara yakin dan kadang sebatas dugaan sebagaimana banyak masalah fiqih.
التَّفْصِيْلِيَّۃِ بِأَدِلَّتِهَا الْعَمَلِيَّۃِ الشَّرْعِيَّۃِ الْاَحَكَامِ فَۃُ مَعْرِ
Mengetahui hukum-hukum syariat yang bersifat amaliah (terapan) dengan dalil-dalilnya secara rinci.
Mengetahui maksudnya dengan ilmu dan zhan (dugaan) karena kadang-kadang hukum fiqih itu diketahui secara yakin dan kadang sebatas dugaan sebagaimana banyak masalah fiqih.
Hukum-hukum syriat maksudnya hukum-hukum yang diambil dari syariat, seperti wajib dan haram. Hukum-hukum akal tidak termasuk dalam kriteria ini. Misalnya, mengetahui bahwa keseluruhan itu lebih besar dari sebagian.begitu juga hukum-hukum adat keluar dari bab ini. Misalnya, mengetahui turunnya kabut / hujan rintik-rintik pada malam hari saat musim dingin jika cuaca sedang bersih/cerah.
Bersifat almaliah maksudnya yang tidak berhubungan dengan keyakinan (i’tiqad), seperti shalat dan zakat. Hal-hal yang berhubungan dengan keykinan keluar dari kreteria ini, seperti tauhidullah dan mengenal asma’ dan sifat. Ini semua tidak dinamakan fikih menurut istilah.
Bersifat almaliah maksudnya yang tidak berhubungan dengan keyakinan (i’tiqad), seperti shalat dan zakat. Hal-hal yang berhubungan dengan keykinan keluar dari kreteria ini, seperti tauhidullah dan mengenal asma’ dan sifat. Ini semua tidak dinamakan fikih menurut istilah.
Dengan dalil-dalilnya secara rinci maksudnya dalil-dalil fiqih yang disertakan dengan masalah-masalah fiqih yang rinci. Oleh karena itu, usul fiqih keluar dari kriteria ini karena pembahasan dalam ushul fiqih hanya tentang dalil-dalil yang bersifat globa ( ijmal).
Kedua, berdasarkan kedudukanya sebagai sebuah nama bagi bidang ilmu tertentu. Ushul fiqih didefenisikan sebagai:
الْمُسْتَفِيْدِ وَحَالِ الإسْتِفَادَۃِمِنْها وَكَيْفِّۃِ الْإجْمَالِيَّۃِ اَلْفِقْهِ أَدِلَّۃِ عَنْ يَبْحَثُ عِلْمٌ
“Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqih secara ijmal (global), cara menyimpulkan hukum dari dalil-dalil tersebut,dan keadaan orang yang menyimpulkan hukum tersebut.”
Secara global maksudnaya adalah kaidah-kaidah umum, seperti ucapan-ucapan mereka :
“perintah menunjukkan wajib, larangan menunjukkan wajib, larangan menunjukkan pengharaman.”
الْمُسْتَفِيْدِ وَحَالِ الإسْتِفَادَۃِمِنْها وَكَيْفِّۃِ الْإجْمَالِيَّۃِ اَلْفِقْهِ أَدِلَّۃِ عَنْ يَبْحَثُ عِلْمٌ
“Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqih secara ijmal (global), cara menyimpulkan hukum dari dalil-dalil tersebut,dan keadaan orang yang menyimpulkan hukum tersebut.”
Secara global maksudnaya adalah kaidah-kaidah umum, seperti ucapan-ucapan mereka :
“perintah menunjukkan wajib, larangan menunjukkan wajib, larangan menunjukkan pengharaman.”
Tidak tercakup di dalamnya dalil-dalil secara rinci. Dalam ushul fiqih, dalil-dalil tersebut hanya disebutkan sebagai contoh-contoh penerapan kaidah.Cara menyimpulkan hukum dari dalil-dalil tersebut maksudnya mengetahui bagai mana cara menyimpulkan hukum-hukum dari dalil-dalil yang ada dengan mempelajari hukum-hukum dari lafal-lafal (yang ada pada dalil) dan jenis penunjukan/kandungannya apakah itu umum apa khusus, ithlaq atau taqyid, nasikh atau mansukh, maupun yang lainnya. Dengan mengetahui hal tersebut dimungkinkan menyimpulkan hukum-hukum dari dalil-dalil fiqih.
Keadaan orang yang menyimpulkan hukum maksudnya mengetahui keadaan orang menyimpulkan hukum, yaitu mujtahid. Ia dinamakan mujtahid karena ia sendiri yang mengambil hukum-hukum dari dalil-dalilnya karena telah mencapai derajat untuk mengambil ijtihad. Mengetahui keadaan seorang mujtahid, syarat-syarat ijtihad, hukumnya, dan sejenisnya dibahas dalam ilmu ushul fiqih.
Manfaat Ushul Fiqih
Ushul fiqih adalah ilmu yang mempunyai kedudukan yang agung , peran yang penting, dan manfaat yang banyak. Manfaat ushul fiqih adalah memungkinkan untuk mendapat kemampuan yang dapat untuk mengeluarkan hukum-hukum syariat dari dalil-dalilnya berdasarkan dasar-dasar yang benar.
Orang yang pertama kali mengumpulkan ilmu ini sebagai bidang illmu tersendiri adalah imam syafi’i, Muhammad bin idris. Setelah itu, diikuti oleh para ulama yang lain. Mereka menyusun karya-karya yang beragam dalam bidang ushul fiqih baik berupa prosa maupun syair dan yang ringkas maupun yang panjang lebar hingga menjadi sebuah ilmu yang berdiri sendiri yang mempunyai kedudukan dan keistemewaan tersendiri.
Orang yang pertama kali mengumpulkan ilmu ini sebagai bidang illmu tersendiri adalah imam syafi’i, Muhammad bin idris. Setelah itu, diikuti oleh para ulama yang lain. Mereka menyusun karya-karya yang beragam dalam bidang ushul fiqih baik berupa prosa maupun syair dan yang ringkas maupun yang panjang lebar hingga menjadi sebuah ilmu yang berdiri sendiri yang mempunyai kedudukan dan keistemewaan tersendiri.
Ahkam (Hukum-hukum)
Ahkam adalah jamak dari hukum. Secara bahasa berarti qadha’ (ketetapan, keputusan). Secara istilah berarti:
وَضْعٍ ٲَوْتَخْيِيْرٍٲَوْ طَلَبٍ مِنْ الْمُكَلَّفِيْنَ بِأَفْعَالِ الْمُتَعَلِّقُ الشَّرْعِ خِطَابُ اقْتَضَاهُ مَا
“Sesuatu yang dikandung oleh pernyataan syariat yang berkaitan dengan perbutan-perbuatan mukallaf baik berupa thalab, takhyir, atau wadh.”
Ahkam adalah jamak dari hukum. Secara bahasa berarti qadha’ (ketetapan, keputusan). Secara istilah berarti:
وَضْعٍ ٲَوْتَخْيِيْرٍٲَوْ طَلَبٍ مِنْ الْمُكَلَّفِيْنَ بِأَفْعَالِ الْمُتَعَلِّقُ الشَّرْعِ خِطَابُ اقْتَضَاهُ مَا
“Sesuatu yang dikandung oleh pernyataan syariat yang berkaitan dengan perbutan-perbuatan mukallaf baik berupa thalab, takhyir, atau wadh.”
Pernyataan syariaat maksudnya adalah kitab Al-Qur’an dan As-sunah
Yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan mukallaf maksudnya adalah sesuatu yang bekaitan dengan amal-amal mereka baik berupa ucapan maupun perbuatan, baik melakukan maupun meninggalkan. Sesuatu yang berkaitan dengan i’tiqad tidak termasuk dalam cakupan ini dan tidak dapat dinamakan hukum dalam istilah ini.
Yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan mukallaf maksudnya adalah sesuatu yang bekaitan dengan amal-amal mereka baik berupa ucapan maupun perbuatan, baik melakukan maupun meninggalkan. Sesuatu yang berkaitan dengan i’tiqad tidak termasuk dalam cakupan ini dan tidak dapat dinamakan hukum dalam istilah ini.
Mukallaf maksudnya adalah orang yang diberi beban taklif. Jadi, tidak mencakup anak kecil dan orang gila.
Thalab (permintaan) maksudnya amr (perintah) dan nahy (larangan) baik bersifat kewajiban atau keutamaan.
Takhyir maksudnya mubah (boleh).
Wadh’ maksudnya shahih (sah) dan fasid (rusak) serta tanda-tanda dan sifat-sifat jenis yang ditetapkan oleh syari’ (pembuat syariat) yang menunjukkan pemberlakuan atau pembatalan sesuatu.
Macam-macam Hukum Syariat
Hukum syariat dibagi menjadi dua : taklifiyyah dan wadh’iyyah.
Hukum Taklifiyyah ada lima, yaitu wajib, mandub, muharram, makruh, dan mubah.
Hukum syariat dibagi menjadi dua : taklifiyyah dan wadh’iyyah.
Hukum Taklifiyyah ada lima, yaitu wajib, mandub, muharram, makruh, dan mubah.
1. Wajib. Secara bahasa berarti saqith (yang jatuh, gugur) dan lazim (yang tetap). Secara istilah berarti :
الْإلْزَامِ وَجْهِ عَلَى الشَّارِعُ مَاٲمَرَبِهِ
“ sesutu yangdiperintah oleh syari’ secara ilzam (wajib),”
Contohnya adalah shalt lima waktu.
Sesuatu yang wajib itu pelakunya mendapat pahala jika didasari karena melaksanakan perintah, dan orang-orang yang meninggalakanya berhak mendapatkan hukuman.
الْإلْزَامِ وَجْهِ عَلَى الشَّارِعُ مَاٲمَرَبِهِ
“ sesutu yangdiperintah oleh syari’ secara ilzam (wajib),”
Contohnya adalah shalt lima waktu.
Sesuatu yang wajib itu pelakunya mendapat pahala jika didasari karena melaksanakan perintah, dan orang-orang yang meninggalakanya berhak mendapatkan hukuman.
2.Mandub. Secara bahasa berarti mad’u (yang diminta). Secara istilah berarti :
الْإلْزامِ وَجْهِ لَاعَلَى الشَّارِعُ مَاٲمَرَبِهِ
“sesuatu yang diperintah oleh syari’ tetapi secara tidak ilzam (wajib).”
Contohnya adalah shalat rawatib.
Mandub juga dinamakan sunnah, masnun, mustahabb dan nafl.
“sesuatu yang mandub itu pelakunya mendapat pahala jika didasari karena perintah, dan yang meninggalkanya tidak mendapatkan hukuman.”
الْإلْزامِ وَجْهِ لَاعَلَى الشَّارِعُ مَاٲمَرَبِهِ
“sesuatu yang diperintah oleh syari’ tetapi secara tidak ilzam (wajib).”
Contohnya adalah shalat rawatib.
Mandub juga dinamakan sunnah, masnun, mustahabb dan nafl.
“sesuatu yang mandub itu pelakunya mendapat pahala jika didasari karena perintah, dan yang meninggalkanya tidak mendapatkan hukuman.”
3.Muharram. Secara bahasa berarti mamnu’ (yang dihalangi, dilarang). Secara istilah berart “sesuatu yang dilarang oleh syari’ secara ilzam (wajib) untuk ditinggalkan.”
Contohnya adalah durhaka kepada dua orang tua.
“muharram itu orang yang meninggalkannya diberi pahala jika didasari karena perintah, dan melakukannya berhak mendapat hukuman.”
Contohnya adalah durhaka kepada dua orang tua.
“muharram itu orang yang meninggalkannya diberi pahala jika didasari karena perintah, dan melakukannya berhak mendapat hukuman.”
4.Makruh. Secara bahasa berarti mubghadh (yang di benci). Secara istilah berarti ‘sesuatu yang dilarang oleh syari’, tetpi tidak secara ilzam untuk ditinggalkan.’
‘Makruh itu apabila ditinggalkan pelakunya mendapat pahala jika meninggalkannya karena melaksanakan perintah, dan orang yang melakukannya tidak mendapat hukuman.’
Contohnya adalah : mengambil dan memberikan sesuatu dengan tangan kiri.
‘Makruh itu apabila ditinggalkan pelakunya mendapat pahala jika meninggalkannya karena melaksanakan perintah, dan orang yang melakukannya tidak mendapat hukuman.’
Contohnya adalah : mengambil dan memberikan sesuatu dengan tangan kiri.
5.Mubah. Secara bahasa berarti mu’lan (yang diumumkan) dan ma’dzum fih (yang diizinkan). Secara istilah berarti : ‘Sesuatu yang tidak brkaitan dengan perintah dan tidak juga berkaitan dengan larangan dengan sendirinya.’
Sesuatu yang mubah selama itu bersifat mubah tidak menyebabkan pahala ataupun siksa. Mubah juga dinamakan halal dan ja’iz.
Hukum Wadh’iyyah
‘Hukum-hukum wadh’i adalah tanda-tanda kebenaran, kevalidan, ketiadaan, keberlakuan,atau ketidak berlakuan yang diletakan syari’(pembuat syariat).
Sesuatu yang mubah selama itu bersifat mubah tidak menyebabkan pahala ataupun siksa. Mubah juga dinamakan halal dan ja’iz.
Hukum Wadh’iyyah
‘Hukum-hukum wadh’i adalah tanda-tanda kebenaran, kevalidan, ketiadaan, keberlakuan,atau ketidak berlakuan yang diletakan syari’(pembuat syariat).
Diantara hukum wadh’i adalah shahih (rusak) dan fasid (rusak).
1.Shahih secara bahasa berati salim (selamat dari penyakit). Secara istilah berarti : Sesuatu yang pengaruh perbuatannya berakibat padanya baik berupa ibadah maupun akad.
Ibadah yang shahih adlah ibadah yang membuat seseorag terbebas dari beban atau tangguangan dan gugurlah darinya permintaan (tuntutan). Akad yang shahih adalah akad yang pengaruhnya berakibat pada wujudnya (keberadaannya).
Ibadah yang shahih adlah ibadah yang membuat seseorag terbebas dari beban atau tangguangan dan gugurlah darinya permintaan (tuntutan). Akad yang shahih adalah akad yang pengaruhnya berakibat pada wujudnya (keberadaannya).
Sesutu tidak dianggap shahih kecuali terpenuhi syarat-syaratnya secara sempurna dan terhindar dari penghalang-penghalangnya.
- Contoh dalam ibadah : mengerjakan shalat pada waktunaya, memenuhi syarat-syarat,rukun-rukun, dan kewajiban-kewajibanya secara sempurna.
- Contoh dalam masalah akad : melaksanakan akad jual beli dengan memenuhi syarat-syarat yang telah diketahuidan tidak ada penghalang-penghalangnya. Jika salah satu syaratnya tidak terpenuhi atau terdapat salah satu penghalangnya maka tidak dianggap shahih (sah).
- Contoh tidak terpenuhinya salah satu syarat dalam ibadah : seseorang mengerjakan shala tanpa bersuci.
- Contoh tidak terpenuhinya dalam akad : menjual sesuatu yang bukan miliknya.
- Contoh adanya penghalang dalam ibadah : mengerjakan shalat sunnah muthlaq pada waku yang terlarang.
2.Fasid (rusak) secara bahasa adalah Idzahib (yang hilang) dengan sia-sia lagi merugi. Secra istilah berarti : perbuatan yang pengaruh perbuatnya tidak berakibat padanya baik yang berupa ibadah maupun akad.
Ibadah yang fasid adalah ibadah yang tidak membebaskan beban (tanggungan) dan tidak menggugurkan tuntutan. Contohnya mengerjakan shalat sebelum waktunya.
Akad yang fasid adalah akad yang pengaruhnya tidak berakibat kepadanya. Contohnya : menjual sesuatu yang tidak diketahui ( tidak jelas).
Akad yang fasid adalah akad yang pengaruhnya tidak berakibat kepadanya. Contohnya : menjual sesuatu yang tidak diketahui ( tidak jelas).
Setiap ibadah, akad, dan syarat yang fasid adalah haram karena hal itu melanggar batasan-batasan Allah dan menjadikan ayat-ayat-Nya sebagai bahan ejekan. Demikian pula Rasulullah saw mengingkari orang yang memberikan syarat yang tidak terdapat dalam kitabullah.
Fasid dan bathil mempunyai arti yang sama kecuali dalam dua hal berikut.
Pertama, dalam ihram (ketika haji). Para ulama membedakan keduanya. Fasid adalah apabila seseorang yang sedang berihram (muhrim) melakukan jima’sebelum melakukan tahallul pertama, sedangkan bathil adalah jika seorang sedang berihram (muhrim) murtad dari islam.
Pertama, dalam ihram (ketika haji). Para ulama membedakan keduanya. Fasid adalah apabila seseorang yang sedang berihram (muhrim) melakukan jima’sebelum melakukan tahallul pertama, sedangkan bathil adalah jika seorang sedang berihram (muhrim) murtad dari islam.
kedua, dalam nikah.nmereka (para ulama) membedakan keduanya. Fasid masih diperselisihkan oleh para ulama fasid atau tidak kepasidtanya seperti nikah tanpa wali. Adapun bathi adalah sesuatu yang sudah disepakati kebathilannya, seperti menikahi wanita yang sedang melakukan ‘iddah.
‘Ilm (ilmu
ﺍﻟﻌﻟﻡ ﺇﺪﺭﻚ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﻋﻟﻰ ﻤﺎ ﻫﻭ ﻋﻟﻴﻪ ﺇﺪﺭ ﺍﻜﺍ ﺠﺍﺯﻤﺍ
Ilmu adalah mengetahui sesuatu sebagai mana hakikat sebenarnya dengan pengetahuan yang pasti.
Mengetahui sesuatu berarti tidak termasuk tidak mengetahui samasekali. Ini dinamakan jahl basith. Contohnya jika seseorang ditanya : ”Kapan terjadinya perang Badar?”lalu dia menjaawab : “ Saya tidak tahu.”
‘Ilm (ilmu
ﺍﻟﻌﻟﻡ ﺇﺪﺭﻚ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﻋﻟﻰ ﻤﺎ ﻫﻭ ﻋﻟﻴﻪ ﺇﺪﺭ ﺍﻜﺍ ﺠﺍﺯﻤﺍ
Ilmu adalah mengetahui sesuatu sebagai mana hakikat sebenarnya dengan pengetahuan yang pasti.
Mengetahui sesuatu berarti tidak termasuk tidak mengetahui samasekali. Ini dinamakan jahl basith. Contohnya jika seseorang ditanya : ”Kapan terjadinya perang Badar?”lalu dia menjaawab : “ Saya tidak tahu.”
Sebagaimana hakikat sebenarnya berarti tidak termasuk pengetahuan tentang sesuatu yang berbeda dengan hakikat (kenyataan) sebenarnya. Ini dinamakan jahl mrakkab. Contoh : jika seseorang ditanya “ Kapan terjadinya perang badar?” dia jawab : Pada tahun ketiga Hijriah (padahal yang benar adalah tahun kedua hijriah).”
Dengan pengetahuan yang pasti berarti tidak termasuk mengetahui sesuatu dangan pengetahuan yang tidak pasti yang ada kemungkinan tidak sesui dengan yang ia ketahui. Ini tidak dapatdinamakan ilmu. Jika kemungkinannya condong kepada yang rajih, disebut zhann (dugaan kuat);jika condong kepada marjuh, disebut wahm (dugaan lemah/keliru). Dan jika kemungkinannya sama antara yang rajih dan yang marjuh, disebut syakk ( keraguan)
Dengan ini nyatalah bahwa kaitan pengetahuan tentang sesuatu itu dibagi menjadi beberapa bagian yaitu 1.Ilm, yaitu mengetahui sesuatu sebagai mana kenyataan yang sebenarnya dengan pengetahuan pasti.
2.Jahl basith, yitu sama sekali tidak mengetahui.
3.Jahl murakkab, yaitu mengetahui sesuatu yang berbeda dengan yang sebenrnya.
4.Zhann, yaitu mengetahui sesuatu yang berlawanan dengan yang marjuh.
5.Wahm, yaitu mengetahui sesuatu yang berlawanan dengan yang rajih.
6.Syakk, yaitu mengethui sesuatu yang ada kemungkinan sama ( antara yang rajih dan marjuh).
2.Jahl basith, yitu sama sekali tidak mengetahui.
3.Jahl murakkab, yaitu mengetahui sesuatu yang berbeda dengan yang sebenrnya.
4.Zhann, yaitu mengetahui sesuatu yang berlawanan dengan yang marjuh.
5.Wahm, yaitu mengetahui sesuatu yang berlawanan dengan yang rajih.
6.Syakk, yaitu mengethui sesuatu yang ada kemungkinan sama ( antara yang rajih dan marjuh).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar